Thursday, February 14, 2013

Just a Day (Part 3) - NIGHT

Oi, Nab. On skype dong! Gue mau curhat :( -ivan

Begitu isi sms yang baru dibaca Nabila, saat itu ia baru saja mandi. Ia melihat jam dinding bergambar Kagamine Len yang menggantung diatas tempat tidurnya yang berbentuk persegi dengan seprai berwarna kuning kemerahan sewarna dengan mentari senja diufuk barat.

"Jam setengah 7, jamnya orang sibuk pake baju karna abis mandi nih!" gerutu gadis berkacamata itu sambil berpakaian. "Mau ngapain tuh anak? Tumben. Jangan-jangan mau bicarain proyek nuklir rahasia? Ah, ngaco lu nab," gumamnya pada diri sendiri sambil menyalakan notebooknya.


ngupilitusehat


Ia mengetik password untuk menyalakan notebooknya. Dirumahnya, segala sesuatu itu harus mempunyai keamanan privasi tingkat tinggi. Bahkan kalau perlu, dia mau ngunci notebooknya pake segel lilin. Karena gak ada yang berani buka segel lilin. (ps. Itu teori dia sendiri, iyain aja daripada dia sedih).

Sambil menunggu notebooknya menyala dengan sempurna, Nabila pun beranjak mengambil komik Detective Conan volume 26 favoritnya. Baru saja ia membuka cover komik....

*briiiing* *briiiing*
Ivanyangngomongnyairitudahgituorangnyapelit calling...

"Kagak sabaran amat, sih!" Nabila kembali ngedumel, tapi diangkatnya juga panggilan itu. "Sabar, curuuuuut! Gue nyalain notebook dulu nih,"

"Lama banget sih lo! Gue sms dari jam 4 juga.."


"Heheheh..sori mas bos.. Gue lagi mandi tadi," jawab Nabila sambil log-in skype-nya.


"Lo mandi dua setengah jam?"


"Ya kagaklah, oden!"


"Kirain. Buruan dong! Pulsa gue abis nih entar."


"Yaudin tutup aje teleponnya, gitu aja ribet amat! Ah, gue tau nih lo sengaja kan nelepon gue segala. Pengen denger suara gue yang merdu nan berdenting bagai lonceng musim semi, kan?"


*tuut* *tuut*


Sambungan diputus oleh Ivan.


"Kampret!" umpat Nabila. Ia telah login skype, tak lama Ivan pun muncul.

"Eh, oden! Seenaknya lu nutup telepon pas gue masih ngomong!" semprot Nabila sambil menunjuk-nunjuk ke kamera. Ivan menggaruk kepala dengan wajah malas.

"Sori, sori.. Udeh, dong. Gantian gue yang ngomong," pinta Ivan dengan muka dimelas-melasin.

"Eh, iya Lo kan mau cerita, ya? Cerita apaan?" tanya Nabila yang kini jadi antusias.

"Ng.. Gimana ya ngomongnya. Gue malu, sih." Ivan memalingkan wajahnya yang terlihat bersemu merah. Nabila sedikit terkejut melihat semburat merah merona bagai bunga mawar yang merekah dipipi Ivan.

"Sumpah demi nendoroid Kagamine Len yang ngga sanggup gue beli, muka lo gak enak banget. Lo kenapa? Lagi polinlop?" tebak Nabila asal. Ivan terlihat terkejut.

"Ngaco!" bantahnya cepat, masih memalingkan wajah. Terlihat gelisah.

"Van?" panggil Nabila setelah jeda hening 5 menit. "Jadi cerita, gak?"

"Nggak deh, Nab. Udah, ya. Bye." Ivan memutuskan percakapan, meninggalkan Nabila yang masih penasaran tingkat pemain bola pas bursa transfer.

"Tu anak kenapa?" gumam gadis berkacamata itu sambil memulai percakapan baru dengan temannya yang lain. "Hai, Nao!"

Sementara itu ditempat lain...

"Duh.. Gimana bilangnya, ya?" gumam Ivan sambil memainkan bb ditangannya. Ia pun mengetik sms, hanya sebaris. Ditujukan untuk Nabila.

"Kirim gak, ya?" gumamnya ragu. Dihapusnya draft sms itu, diketiknya ulang. Kali ini hampir 5 baris. Ia kembali ragu, draft sms itu pun dihapus lagi. Kali ini ia kembali mengetik, singkat, padat, jelas. Ia menghela nafas berat, lalu menghempaskan badannya ke kasur. Akhirnya pesan itu pun ia kirim.

*bzzzt* bzzzt*

"Hng?" Rizky mengambil handphonenya dari kantong celana.

Bro, lagi lowong gak? Futsal yuk! -Heri-


Rizky mengetik cepat, membalas pesan itu.


Sori gue gak bisa. Mau rapar hima. -Rizky-


Rizky membaca ulang pesannya, "halah. Typo lagi. Jempol keparat," gerutunya sambil mengantongi kembali handphonenya. Suara tawa disampingnya terdengar mengejek.


"Kalo gak typo mah bukan elu namanya," ucap Irul diselingi tawa.

"Gue kan emang master of typo. Sebagai insan pertwitteran, typo adalah hal yang lumrah." bantah Rizky. "Bukan begitu, bung Khairul?" desaknya. Irul hanya manggut-manggut, malas berdebat. Matanya terpaku pada layar laptopnya. Rizky ikut melihat karna penasaran.

"Sejak kapan lo suka Kuroshitsuji?" tanya Rizky sambil menatap curiga. Irul menggedikkan bahu.

"Gue ketularan murid-murid tadi siang kayaknya," sahutnya sambil asil menonton. Rizky menggelengkan kepalanya prihatin melihat temannya itu. Walaupun mereka tak satu jurusan, Rizky dan Irul sama-sama penggila futsal.

"Mending nonton HoTD aja," gumamnya. Irul melirik sekilas.

"Itu mah favorit lo," cibir Irul.

"Iyalah! Mending juga itu, banyak yang terekspos..." jelas Rizky memberikan penekanan sedikit diakhir kata dengan muka mesum. Irul siap-siap pindah meja.

"Anjir lo! Gue gak homo, nyet!" gerutu Rizky sambil melemparkan kacang ke arah Irul yang langsung mangap lebar. #digiles (abaikan bagian ini, intermezo aja cyin.. Baca serius amat ^^)

"Anjir lo! Gue gak homo, nyet! gerutu Rizky sambil menopang dagu dengan sebelah tangan. Matanya jelalatan mencari cewek-cewek bening di kantin kampus.

"Doooh, biarpun punya pacar tetep ya matanya kemana-mana.." tegur Fhara sambil menyenggol bahu Rizky.

"Ngapain lo kesini?" tanya Rizky santai.

"Jadi maksud lo gue gak boleh ..."

"Gak," potong Rizky cepat. Fhara menggembungkan pipinya, kesal.

"Koko jahat ih!" jeritnya sambil memukul lengan Rizky yang hanya tertawa.

Pemandangan itu terlihat oleh sepasang mata milik Mei.

"Cemburu, ya?" tanya seseorang disampingnya dengan nada sedikit mengejek. Mei menoleh dan memelototi leleki yang mengenakan vest biru tua itu.

"Ngapain harus cemburu? Jangan sembarangan kalo ngomong!" bantah gadis itu.

"Iya juga gak apa-apa," gumamnya sambil memetik senar gitar kesayangannya.

"Daffa, please deh. Gue bosen denger itu lagu mulu," protes Raffa. Daffa mencibir.

"Gue gak mainin buat lo, kok." sahutnya santai sambil tetap memainkan gitarnya. "Adakah ku, sedikit dihatimu?" senandungnya sambil melirik ke arah Mei. Yang dilirik hanya asik dengan handphonenya, sesekali melirik ke arah Rizky dkk.

"Udah deh, nyerah aja. Dia gak bakal ngerti perasaan lo," bisik Raffa disambut jitakan dahsyat dikepalanya. Daffa merengut kesal.

"Lo balik aja gih sama temen-temen ilmiah lo! Gangu kemesraan gue sama Mei aja," umpat Daffa.

"Najis," ketus Mei. Muka Daffa mendadak lesu. Raffa cekikikan, dalam hati merasa sedikit kasihan dengan Daffa, namun hati kecilnya senang karna perasaan Daffa kepada Mei tak bersambut.

*ting ting!*

Bukan, itu bukan Ayu Ting-Ting. Itu cuma bunyi notif bb Daffa aja. Dengan malas, Daffa melihat bb-nya.

Rana
Pak Daffa, lebih bagus senar nilon atau senar baja? Saya mau belajar main gitar :o


Daffa membalas chat dari muridnya itu.


Kalau untuk pemula, lebih baik nilon supaya jarinya gak sakit. Tapi untuk suara yang lebih nyaring, pakai senar baja. Semangat, ya! ^^


Raffa mengintip isi chat Daffa, "duileeeeh.. Jawabnya baik banget! Biasanya mah bales chat cuma satu kata."


Daffa mendecak kesal. Ia memang tipe yang malas berbasa-basi seperti tadi, namun demi menjaga image sebagai guru yang baik, ia terpaksa meladeni murid-muridnya. Raffa menatap pria disebelahnya dengan tatapan penuh cinta yang tidak pernah dilihat Daffa. Sebenarnya hatinya berontak melihat Daffa mati-matian mengejar Mei, namun ia tidak berani mengungkapkan perasaannya. Begini lebih baik,*siletin* pikirnya.

*ting ting!*

"Eh! Pak Daffa bales!" pekik Rana kegirangan. Ia segera ngetweet tentang hal langka itu.

Kyaaaah >.< bbm gue dibales si cool itu lho! *guling2 dikasur*


Semenit kemudian ada yang merespon tweetnya.


Ciye.. Dibales siapa tuh? #kepo RT @rnmnd: Kyaaaah >.< bbm gue dibales si cool itu lho! *guling2 dikasur*


Rana mengernyitkan alis. Tumbenan ini anak ngomentarin tweet gue, pikirnya.


Dibales Pak Daffa dooong~ RT @Nandahyu: Ciye.. Dibales siapa tuh? #kepo RT @rnmnd: Kyaaaah >.< bbm gue dibales si cool itu lho! *guling2 dikasur*

Tak lama setelah tweetnya muncul di timeline, bbm Rana berbunyi heboh. Nanda, Natasha, dan Tiara. Mereka semua bertanya tentang kebenaran hal itu pada Rana, dalam waktu yang hampir bersamaan. Seketika, bb Rana hang.

"Aduh! Apes banget! Harusnya tadi gue gak usah ngetweet gitu," keluhnya sambil membuka casing bb-nya. Pintu kamarnya tiba-tiba terbuka, seorang anak laki-laki masuk dan langsung duduk disebelahnya.

"Ketok pintu dulu bisa kali, Ji.." tegur Rana tanpa melirik Panji -cowok disampingnya- yang kini menjambret komik dari rak buku Rana, dan membacanya tanpa izin.

"Alaaah, biasanya juga gue masuk tanpa ngetok pintu." sahutnya santai. Rana cemberut sambil membuka baterai bb-nya.

"BB lo nge-hang lagi, Ran?" tanya panji sambil merebut bb dari tangan Rana.

"Iya, tuh. Dapet chat mendadak dari 3 kontak sekaligus, langsung hang." keluh Rana mengadu. Panji tertawa lalu mengembalikan bb ke tangan Rana.

"Matiin aja dulu satu jam," saran Panji. Rana menurut.

"Anyway, lo kesini malem-malem mau ngapain?" tanya Rana ketus.

"Gak malem juga, sih. Baru jam 9, tuh." gumam Panji.

"Intinya langit juga udah gelap, bung. Lo ngapain kesini? Gak dicariin mami lo?" ejek Rana.

"Kampret lo," gerutu Panji sambil menoyor pelan kepala Rana. Panji adalah teman Rana sejak kecil, mereka bertetangga. Panji dari dulu memang selalu mendapat perhatian berlebihan dari Mama-nya, baru saat masuk SMA ini lah ia dibebaskan melakukan apapun yang ia suka.

"Ahahahahahahah..." tawa Rana memenuhi kamar. Panji mendecak kesal lalu mulai melancarkan serangan dengan menggelitik pinggang Rana.

"Ampun, Ji. Hahaha... Jangan dong, ahahahaduh aduh..ampun. Ahahahah...geli..udah dong..Ampun, Ji.."

/BRAKK/

Pintu kamar terbuka, seseorang berdiri didepan pintu dengan wajah masam.

"Berisik tau ngga!? Aku mau belajar!" jerit Royyan -adik Rana- yang masih duduk dikelas 6.

"Eh.. Maaf deh, Yan." sahut Panji sambil menghampiri Royyan. "Kamu lagi belajar buat ujian?" tanya Panji setelah melihat lembaran berisi soal-soal. Royyan mengangguk.

"Mau kakak bantuin, Yan?" tanya Rana. Royyan terdiam sesaat lalu mengangguk.

"Kalo kak Panji yang bantuin, mau?" tawar Panji. Royyan langsung menggeleng cepat.

"Kak Panji kan gak pinter," tolak Royyan sambil mengeluyur pergi. Rana tertawa puas sambil menyusul adiknya. Panji menggigit bibir, asem banget gue diremehin anak kecil.


*riiiing* *riiiing*


Handphonenya berbunyi, panggilan masuk. Panji mengangkat teleponnya dengan semangat ketika membaca nama yang tertera di layar.

"Ya, halo? Panji yang selalu keren disini, siapa disana?"

"Jijik lo," sahut suara dari seberang telepon.

"Kok kamu gitu sih sama A'a Panji..." suara Panji sok dimelas-melasin. Terdengar dengusan diseberang telepon.

"Jangan lebay deh, Ji. Lo lagi dimana? Skype aja deh.."


"Heheh.. Gue lagi dirumah Rana, nih. Ntar aja ya.."


"....ngapain disana?" suara diseberang telepon seketika terdengar dingin. Panji terkisap, salah ngomong nih gue. Ia menepuk jidat.

"Bantuin Royyan belajar buat ujian kok.."

"Oh, si buntal itu.."


"Bu-buntal...?" Panji mengernyitkan alis, tidak mengerti.


"Adeknya Rana, kan? Yang buntal itu badannya.."


"Oooh.." Panji tertawa lepas. "Iya, yang buntal itu."


"...yaudah deh. Dah," sambungan diputus. Panji menganga menatap teleponnya yang diputus begitu saja, dasar cewek. Cemburunya tinggi, ia membatin.

Sementara itu diseberang telepon....

"Dia di rumah Rana," gumam Ica, sang penelepon yang notabene merupakan pacar sah Panji.

"Serius, Ca? Terus gimana tuh?" samber Diana panik. Ica menggeleng.

"Tau deh, biarin aja." Ica merebahkan tubuhnya ke kasur, "geser, Nao.." pintanya pada Naomi yang sedang berbaring dikasurnya.

"Pacar lo sering banget ke rumah temennya, lo gak cemburu?" tanya Naomi setelah menggeser tubuhnya agar Ica bisa ikut berbaring.

"Biasa aja," sahut Ica. Naomi dan Diana saling pandang.

"Temennya itu sekelas juga sama dia, Ca?" tanya Diana antusias.

"Enggak, beda sekolah malah. Dia di SMA Weaef tuh, kayaknya.." jawab Ica ogah-ogahan.

"Beneran!??" Diana melotot tak percaya. Ica mengangguk sambil menatap temannya bingung.

"Kenapa sih? Muka lo kok jadi gitu?" tanya Ica penasaran. Diana ikut berbaring diantara Ica dan Naomi.

"Gue pernah denger gosip sih, katanya di SMA Weaef emang ada murid yang namanya Rana. Katanya...ini katanya loh, ya. Bukan fakta, baru gosip."

"Iya cepetan kalo ngomong gausah ribet," ketus Naomi.

"Katanya dia emang suka ngerebut cowok orang.. Tapi itu gosip, gak tau deh bener atau enggak." tuntas Diana. Naomi mengernyitkan dahi, dia orang yang paling sering mencuri dengar pembicaraan anak SMA di kantin namun gosip yang satu ini tidak pernah ia dengar. Ah, palingan si Diana ngarang lagi, batinnya.

"Masa?" sahut Ica tak peduli. Diana merengut.

"Kok gak percaya gitu, sih!? Gue kan cuma ngasih tau!" gerutunya kesal. Naomi mendesah malas.

"Udah malem, nyokap bokap gue juga udah tidur. Jangan berisik, mending tidur aja. Yuk," ujar Naomi sambil memeluk guling.

"Udah mau tidur?" tanya Diana kaget. "Baru jam 9, lho! Iya kan, Ca?" ia menoleh ke arah Ica yang telah mendengkur pelan. Diana makin keki, ia merasa selalu diabaikan kedua sahabatnya. Dengan terpaksa pun ia ikut memejamkan mata, mengingat masa-masa keakraban mereka saat SD. Lalu ketika Ica memutuskan untuk sekolah di SMP lain, ia dan Naomi sempat menangis. Namun akhirnya walaupun terpisah, mereka tetap dekat. Sesekali ia dan Ica akan menginap di rumah Naomi, dan bercerita hingga larut malam. Diana terus bernostalgia dengan ingatannya, sampai akhirnya ia tertidur.

*bzzzt* *bzzzt* *bzzzt* *bzzzt*

Handphone Diana bergetar panjang, menandakan ada panggilan masuk. Namun sang pemilik sudah berlayar ke pulau kapuk, handphone malang itu akhirnya berhenti bergetar. Si penelepon memutuskan sambungan.

"Gak diangkat, Dy?" tanya Gian pada temannya yang berbulu mata lentik.

"Enggak. Kampret," Aldy mendengus. "Udah sering banget nih gue telepon gak diangkat, maunya apa sih tu anak?" gerutunya kesal.

"Udah tidur kali," sambar Nuka sambil mengelap keringat di lehernya dengan handuk kecil.

"Gak mungkin, dia bilang mau pajamas party dirumah temennya. Biasanya mereka baru tidur jam 2 pagi," jelas Aldy.

"Oh.. Mungkin dia males ngangkat telepon lu," celetuk Izul.

"Elo juga sih, pake flirting sama cewek lain. Tiap hari pula," sindir Nuka. Aldy melemparkan botol air mineral kosong ke arah Nuka.

"Kayak elo gak suka flirting aja," cibirnya. Nuka mengangkat bahu.

"Gue sih wajar suka godain cewek, gue masih single. Lah elo kan punya cewek," balas Nuka. Air muka Aldy memerah, kesal. Ia baru akan membalas perkataan Nuka saat Rafael datang dan seketika membuat suasana hening dengan statement anehnya.

"Ternyata main futsal malem-malem itu malah bikin kita makin buncit, sob." Gian, Izul, Nuka, dan Aldy menatap Rafael meminta penjelasan. Yang ditatap hanya terdiam, suasana kembali hening.

"Maksud lo apaan, Raf?" Gian membuka suara.

"Iya. Kita main futsal, nih. Abis itu capek, terus laper deh." gumam Rafael datar.

"Iyalah, namanya juga abis ngebakar lemak. Makanya abis futsal langsung tidur jangan makan," jelas Gian sok menggurui.

"Misi, Mas. Nasi gorengnya," tiba-tiba tukang nasi goreng yang biasa mangkal disitu tiap malam, menghampiri sambil membawa sepiring nasi goreng.

"Siapa yang mesen nih?" tanya Gian bingung. Rafael mengambil piring nasi goreng itu dari tangan abangnya sambil berbisik mesra pelan, "makasih ya, Bang.."

"DASAR BUNCIIIT!" koor keempat temannya serempak. Rafael hanya memberikan cengiran tak berdosa.

"Anjir baunya, enak tuh kayaknya." gumam Izul sambil meneguk ludah. Seiring waktu berjalan dan angin malam menebarkan aroma nasi goreng yang sedap, akhirnya Izul, Gian, dan Aldy pun menyerah dan memutuskan untuk memesan sepiring nasi goreng. Rafael tertawa penuh kemenangan.

"Sukses nyari temen ye, Raf?" celetuk Nuka. Rafael mengangguk.

"Mereka gampang dibegoin sih," jawabnya santai. "Lo gak mesen sekalian?"

"Gue gak laper," Nuka menjawab sambil mengutak-atik handphonenya.

"Duileeeeh.. Diliatin mulu fotonya. Awas ntar dia mimpi buruk!" sindir Izul yang berdiri dibelakang Nuka.

"Eh kampret lo!" Nuka mengantongi kembali handphonenya.

"Masih, Nuk? Tembak aja.." Gian memberikan saran singkat.

"Iya, tuh! Dengerin kata senior.." celetuk Izul.

"Gak gampang, nyet! Banyak yang ngejar dia juga soalnya," keluh Nuka.

"Gitu aja lesu. Kalo banyak yang ngejar, elo kudu lari lebih cepet dari yang lain. Cukup gitu aja," nasihat Izul bijak.

"Tumben otak lo bener, Zul." celetuk Gian

"Lo abis kesambet apaan, Zul?" Rafael ikut menimpali.

"Izul manteeep, nyolong quote siapa tuh?" sindir Aldy tepat sasaran.

"Kampret ah lo semua," Izul ngambek. Semua ngakak kecuali Nuka, yang sedang mencerna kata-kata Izul. Bener juga tuh, gue kudu lari lebih cepet. Gue harus ngambil langkah duluan, tegas Nuka pada dirinya. Ia mengetik sms singkat dan mengirim pesan itu ke gadis yang disukainya.

*bzzzt* *bzzz*

"Masih jaman aja SMS," gerutu Fitri. Tak urung ia mengambil handphonenya yang lain.

Hai, Fitri. -Nuka-


Dengan cepat ia mengetik balasan.


Hai juga, Kak. Kenapa? -Fitri-


*ting ting!*


"Errgh. Gak sabaran banget sih," gerutunya sambil diambilnya lagi smartphone yang tadi ditinggalkannya.

-Veren- Menurut kamu juga gitu kan, Fit?
-Nissa- Enggak kan, Fit?
-Veren- Fitri kemanaaaaa
-Adis- Kalian berisik sih, argumen terus..
-Andi- Iya nih.. 
-Veren- Kok aku? Nissa tuh yang gak percaya
-Andi- Sesekali gak ribut, gak bisa ya?
-Natasha- Halo._.
-Andi- Halo, Nata.. Kemana aja?
-Veren- Nah, tanya Nata nih! 
-Natasha- Halo, Andi.. Hah? Tanya apaan?
-Nissa- Udah deh, jangan mulai lagi..

Fitri terpaku menatap chat yang menumpuk di grup, "everytime.."

-Fitri- Aku ngantuk nih. Oyasumi..

Ia mematikan smartphone-nya. Matanya kembali terpaku pada handphone yang kembali bergetar, tanda SMS masuk. Akhirnya ia pun memilih lanjut SMSan dengan Nuka, daripada berdebat di grup.

Gpp, pengen sms aja. Ganggu, ya? -Nuka-


Enggak kok, gak ganggu. :) -Fitri-



Oh gitu.. Hehe.. -Nuka-



Iya.. :) -Fitri-



Jadi canggung gini ya, hehe.. -Nuka-



Hehe.. Iya, sih. Abis kaget aja tiba2 kamu sms. -Fitri-


Ciye manggilnya 'kamu'.. :p -Nuka-


Eh keceplosan, Kak. Sorry.. -Fitri-



Heheh.. Gpp kok. Jadi inget waktu pertama kenalan, ya? -Nuka-



Eh? Oh iya! Aku kan gak tau waktu itu, Kak.. Udah ah jangan diingetin, aku malu. -Fitri-



Hahaha.. Lucu aja ada anak SMP yang bentak aku, pake 'elo-gue' pula. :p -Nuka-



Iiih.. Udah jangan diinget, Kak.. -Fitri-



Hehehe biarin :p -Nuka-



Iih Kak Nuka iseng! :( -Fitri-



Tapi suka diisengin kan? :p -Nuka-



Enggak tuh :p -Fitri-



Iya aja dong.. -Nuka-



Engga ah :p -Fitri-


Iya dong plis :( -Nuka-


Enggaaaaaa :p -Fitri-



Fitri cantik, iya dong.. -Nuka-



Engga. Titik. :p -Fitri-



Kalo aku tanya, 'mau gak jadi pacarku?' kamu tetep jawab 'enggak'? -Nuka-



...Kak Nuka ngomong apaan sih? -___- -Fitri-



Aku serius. Kamu mau gak jadi pacarku? -Nuka-



Serius? -Fitri-



Iya.. -Nuka-



..... -Fitri-



Jawabannya? :( -Nuka-



....iya. -Fitri-



(Just a Day - END)

(To be continued in another project)


Well...

This is the end. Hold your breath and count to ten.. #salah #bukanskyfall
Anyway, thanks for reading and leave a comment (I hope you will). Setiap masukan dan kritik bakal gue terima dengan lapangan lapang dada. So, jangan ragu buat nge-flame gue kalo emang gue perlu di-flame.

Uhm..
Yep, that's right. This 'Just a Day' series(?) ended in this chapter. Sementara untuk 'proyek lain' yang gue sebut tadi bakal gue kerjain sesuai keinginan para pembaca. Karena jujur, 'Just a Day' ini emang udah gue niatin cuma jadi 3 chapter, pagi-siang-malem. Sesuai judulnya, jadi gue gak mungkin bikin serial(?) ini jadi berhari-hari. (--,)

So...
Later I'll asking you which stories you like better and I'll make another 'series' according to your choices. Of course sebagai pemegang gelar 'Author PHP', gue gak bakal mau kalah PHP dibanding yang lain. Jadi proyek-proyek gue bakal tetep mengandung unsur PHP. (--,) #digiles

And...
I think this is goodbye (for a while).

Sincerely,

Author PHP

3 comments:

  1. KOK UDAH ENDING SIH??!! #ininyante #partnerbanyakmaunya #biarinaja #yangpentingkomen #gerakanyangpentingkomen #hidupjokowi

    ReplyDelete
  2. HotD akan ane hapus dr harddisk, yg berniat ngopi, kopdar di Bandung. Sekian. #komenmacamapaini #digiles #yangpentingkomen #dukungdilanjutin #banyakmaunya #digeplak

    ReplyDelete

I dare you to write comment down there.