Tuesday, October 16, 2012

Just a Day (Part 1) - MORNING

Pagi itu Veren sudah siap berangkat ke sekolah, rutinitas paginya menguncir rambut pun sudah ia lakukan. Kali ini ia mengepang sisi-sisi rambutnya dan disatukan dibelakang.

"Pagi, Ma," sapa Veren kepada Mama-nya.

"Pagi, Veren," sahut Mama Veren. Mama Veren sangat mengerti anaknya. Tidak jarang beliau ikut menemani anaknya ke acara festival Jepang demi memuaskan keinginan anaknya.

Setelah sarapan, Veren pun berangkat ke sekolah dengan bersepeda. Ia mengayuh sepedanya dengan riang menuju sekolahnya. Sekolah Veren adalah sebuah komplek sekolah, mencakup jenjang pendidikan SMP, SMA dan Universitas.

Veren bergegas menuju kelasnya, setelah memarkir dan menggembok sepedanya. Kelas Veren berada di lantai 4, lantai paling atas. Veren menaiki tangga, masih dengan hati yang riang. Ya, ia adalah gadis yang ceria dan penuh tawa.

"Vereeeeen!!" panggil Andi teman sekelasnya. Andi berlari menghampiri Veren, rambut kuncir kudanya berkibar-kibar. Andi menjejakkan kaki di samping Veren, nafasnya terengah-engah. Ia membetulkan letak kacamatanya.

"Hai, Andi. Kamu kenapa lari-larian?" tanya Veren bingung. Andi hanya menyeringai lugu.

"Pengen masuk kelas bareng kamu," sahutnya. Kemudian mereka berdua masuk kelas. Andi menghempaskan tasnya ke tempat duduknya. Ia pun duduk lalu segera mengambil botol minum dari dalam tas. "Hari ini aku hampir ketinggalan angkot, sial banget." gerutu Andi lalu meneguk air minumnya.

"Untung kamu bisa nyampe tepat waktu," sahut Fitri teman sebangkunya. Andi mengangguk.

"Iya, walaupun hampir ditutupin gerbang," keluh Andi. Ia memasukkan botol minumnya kembali ke tas. Fitri tersenyum, lesung pipinya terlihat jelas mempermanis penampilannya hari itu dengan rambut digerai.

"Makanya lain kali jangan bangun kesiangan," nasihat Fitri. Andi mengangguk.

"Haaaai!" sebuah suara memecah keheningan sesaat. Di pintu kelas terlihat Adis dan Nissa, dua cewek yang kemana-mana selalu bikin ribut. Adis, dimana-mana suka narsis sendiri. Sementara Nissa, dimana-mana selalu iseng. Seluruh kelas langsung heboh menyapa mereka.

"Selamat pagi! Pagi ini kelas 8A juga tetap heboh, ya?" sapa Bu Raffa, guru fisika bertampang jutek. Padahal aslinya beliau ini sangat ramah.

"Selamat pagi, Bu!" sahut anak-anak serempak.

Kegiatan belajar mengajar pun dimulai seperti biasa. Sementara itu di kelas 9B...

"Ridho! Lo ngapus papan tulis gak bersih banget sih!?" bentak Salsa. Ridho mendengus kesal.

"Kok gue mulu? Gantian kek elo yang bersihin, tinggal gitu doang repot amat." tukasnya. Salsa menjitak kepala Ridho geram.

"Hari ini kan giliran elo piket! Buruan, mumpung belom ada guru!" perintah Salsa sambil menyerahkan paksa penghapus papan tulis pada Ridho, sementara dia sendiri menulis di buku jurnal kelas. Dengan malas, Ridho pun menuruti perintah ketua kelas yang suka ngomel itu.

"Duh ileh, pagi-pagi udah mesra aja!" ejek Ariq bercanda. Seketika seisi kelas menyerukan sebuah kata yang menjadi kata keramat bagi kelas itu.

"CIIYEEEE!!"

Wajah Salsa merah padam, bukan karena malu. Ia kesal, "APAAN SIH!?" bentaknya sambil mengebrak meja.

SHIII~ING.

Seketika seisi kelas terdiam. Ridho telah selesai membersihkan papan tulis, Salsa juga sudah selesai mengisi jurnal. Mereka kembali ke bangku masing-masing bertepatan dengan masuknya guru hari itu ke dalam kelas. Sementara Ariq, masih terkikik sendirian di bangkunya.

"Selamat pagi." sapa Bu Fhara, guru biologi. "Ariq, kenapa kamu tertawa? Coba sini sebentar," panggil Bu Fhara. Ariq terkejut lalu mukanya merah karena malu, ia pikir belum ada guru. Ia berjalan ke depan kelas, menghampiri Bu Fhara.

"Ya, Bu?"

"Apa yang ditertawakan?" tanya Bu Fhara tegas. Guru yang satu ini memang terkenal dingin. Ariq membisu, Bu Fhara geram lalu bertanya pada seisi kelas. "Ada yang tahu apa yang ditertawakan Ariq?" tanya Bu Fhara. Tidak ada yang mengangkat tangan, kecuali satu. Diana. Bu Fhara mempersilahkan Diana menjelaskan.

"Itu, Bu. Tadi Ariq meledek Ridho dan Salsa, lalu dia tertawa sendiri." jelas Diana agak takut. Bu Fhara mengangguk.

"Terima kasih atas kesediaan kamu menjelaskannya, Diana. Nanti nilai kamu Ibu tambah karena kejujuran kamu." ujar Bu Fhara lalu berpaling menatap Ariq. "Kamu, selama pelajaran saya hari ini. Berdiri di depan kelas, angkat satu kaki. Tangan jewer kuping sendiri. Dan kalian," lanjut Bu Fhara sambil menatap seisi kelas, "jika ada yang tertawa, harus menemani Ariq. Jelas?"

"Ya, Bu." jawab seisi kelas serempak. Tentu saja mereka tidak ada yang mau tertawa, apalagi melihat pose hukuman Ariq.

Kegiatan belajar mengajar di kelas 9B pun dimulai.

PRRAAANGG!!

Bunyi kaca pecah di kelas sebelah mengagetkan seisi kelas 9B, Bu Fhara memerintahkan agar tidak ada yang ribut. Beliau pun melanjutkan mengajar. Sementara itu di kelas sebelah...

"Mampus lo kacanya pecah berkeping-keping kaya emping auamat. Hayoloooh.." gumam Nabila, Ivan meliriknya.

"Ngomong apa sih, Nab?" tanyanya malas. Nabila menggeleng.

"Kagak. Lupain aja, Van. Gue lagi korslet kebanyakan makan kuaci." sahut Nabila sekenanya. Ivan menepuk jidat. Ivan dan Nabila adalah teman sebangku, mereka juga teman sejak kecil.

"Salah apa gue sekelas lagi sama lo," gumamnya. Nabila hanya memberikan cengiran terbaiknya. Untungnya saat itu gak ada bekas cabe yang nyelip, jadi giginya keliatan kinclong.

Sebagian dari keseluruhan murid kelas 9C menatap kepingan-kepingan kaca lemari kelas yang pecah, sebagian hanya duduk diam di kursinya. Namun tidak demikian dengan Naomi yang sedang menatap garang ke arah Fendi.

"Dasar bego, udah gue bilang nutup pintu biasa aja." geram Naomi. Fendi menggedikkan bahu.

"Santai aja sih, entar gue minta bokap gue ganti." katanya sambil asik mengutak-atik iPad-nya. Naomi mengumpat dalam hati, di tatapnya anak orang kaya yang sombong itu.

"Ganti urusan gampang, masalahnya elo selalu ngerusakin barang!" tukas Naomi. Fendi menghiraukannya dengan kembali ke tempat duduknya. "WOY! Beresin dulu ini bekas pecahannya!" bentak Naomi. Fendi menggeleng.

"Tugas yang piket lah," sahutnya kalem. Naomi semakin geram, karena hari itu sialnya dia yang sedang bertugas piket.

"Gausah gitu juga kali ngomongnya," tegur Naufal sambil menyenggol bahu Fendi. Fendi tetap menghiraukan teguran teman sebangkunya itu. Naufal menghela nafas, temannya itu memang selalu betingkah. Dengan segan ia menghampiri Naomi yang sedang memunguti pecahan kaca, dibantunya Naomi memunguti pecahan-pecahan kaca yang besar. Sementara Rania mengambil sapu dan pengki untuk menyapu serpihan kaca yang kecil-kecil.

Sungguh pagi hari yang bising di SMP Weaef. Tidak seperti SMA Weaef yang selalu tenang di pagi hari.

"HARJONOOOO!!" Nuka berteriak memanggil Izul, sambil lari menghampiri. Yang dipanggil mematung sesaat sebelum menghampiri Nuka dan menjitak kepalanya semena-mena.

"Gausah manggil gue Harjono wey!" umpatnya. Nuka hanya tertawa. Mereka berjalan beriringan menuju kelas.

"Gapapa, gapapa. Itu namanya ciri khas," ucapnya sambil menepuk-nepuk punggung Izul.

BLETAK! BLETAK!

Dua buah jitakkan melayang tepat di ubun-ubun Nuka dan Izul.

"Kampung wey, berisik banget." tegur Surya, ketua OSIS SMA Weaef. Nuka membuang muka, malas. Sementara Izul meminta maaf.

"Maaf, Kak," ucapnya sopan. "Kami gak ulangi lagi," lanjutnya. Surya hanya mengangguk.

"Masuk kelas sana," perintahnya. Izul buru-buru menarik Nuka agar mengikutinya masuk kelas, setelah melihat perubahan air muka Nuka yang sedikit kesal diperintah.

"Udeh, Nuk. Jangan cari gara-gara," bisik Izul. Nuka mendengus tidak puas. Mereka berdua masuk kelas 10A yang berada di lantai 2.

"Oi, Nuka! Mana formulir OSIS lo?" tagih Rifi. Nuka menepuk jidat.

"Lupa!" dia pun tergesa-gesa menuju mejanya untuk mengisi formulir lalu diberikan pada Rifi. "Sorry telat," kata Nuka. Rifi tersenyum lalu mengangguk. Rifi pun kembali ke bangkunya.

"Psst," panggil Aldy sambil menepuk pundak Rifi. Gadis pendiam itu menoleh.

"Apa?"

"Kamu makin hari makin cantik deh," rayu Aldy sambil tersenyum. Rifi membuang muka.

"Pasti lagi ada maunya," gerutu Rifi sambil merapikan formulir pendaftaran anggota OSIS yang sudah terkumpul. Aldy terkikik lalu pindah duduk di samping Rifi, dan merangkul pundaknya.

TOKK!

Kepala Aldy tergetok dengan sukses oleh kamus Oxford yang dibawa Rafael.

"Ngapain lo? Minggir, gue mau duduk," tegasnya. Aldy melongo, lalu kembali ke tempat duduknya. Niatnya ngegombal hari itu gagal total, gara-gara Rafael -sahabat Rifi- muncul.

"Pfft.. Kasian banget," celetuk Natasha.

"Niatnya gombalin cewe, apa daya cewenya udah ada pengawalnya," sahut Tiara. Kemudian mereka berdua cekikikan.

Sementara itu di kelas 11A (gak pake jurusan, ntar ribet)...

Surya masuk ke dalam kelas, ia sudah kelar 'patroli' di sepanjang koridor.

"Pak Ketu!" seru Nanda sambil menghampiri Surya. Surya menaikkan sebelah alis.

"Panggilan apaan tuh?" gumamnya. "Kenapa?"

Nanda tertawa kecil, "barusan gue udah ke kelas 10, udah gue suruh salah satu anak buat ngumpulin formulir. Namanya Rifina, gue suruh dia ke sekos (Sekretariat OSIS) pas istirahat nanti. Gapapa, kan?" jelas Nanda panjang lebar. Surya mengangguk cepat.

"Gitu lebih efektif," sahutnya singkat sambil duduk di bangkunya. Dengan agak kecewa, Nanda pun balik ke tempat duduknya.

*bzzzt* *bzzzt*

HP Surya geter, satu pesan masuk.

Kak, Salsa tadi berantem lagi sama Ridho. Terus seperti biasa, Ariq ngeledekin mereka. Eh jadinya Salsa badmood. Laporan selesai. -Andi-


Surya tersenyum membaca pesan dari adiknya. Yep, dia meminta adiknya untuk memata-matai Salsa saat ia tidak bisa. Walaupun Andi dan Salsa tidak sekelas, Salsa selalu cerita semuanya ke Andi. Surya mengambil sedikit keuntungan dari adiknya, karena diam-diam ia menaruh perhatian lebih pada Salsa.


"Hayoloh," Fani menepuk pundak Surya. "Ciye, stalker," bisik Fani. Surya memasang tampang stay cool.

"Stalker apaan," tukas Surya. Fani tertawa kecil.

"Ngeles terus ya, hahaha," lanjutnya. Fani melanjutkan menggambar, Surya memperhatikan.

"Itu rambut?" ejek Surya dengan nada bercanda. Fani merengut.

"Sialan, gue tau gue gak bakat," gumamnya. Ganti Surya yang tertawa pelan. Seisi kelas terdiam melihat Surya.

"Dia ketawa, men.."

"Surya bisa ketawa?"

"Anjir, dia ketawa. Horror.."

Surya kembali ke mode stay cool lalu seisi kelas kembali ramai. Fani tergelak.

"Makanya, lo sering-sering ketawa. Biar respon anak-anak pada gak aneh," ucap Fani. Surya mendengus.

"Paaagi~!" seru Anggi dari pintu kelas. Nafasnya terengah, "anjir, gowes sepedah pake kekuatan tenaga kuda padahal perut gue kosong. Minta aeeeer," seru Anggi heboh. Fani ketawa renyah.

"Sini, Nggi," ajak Fani. Anggi jalan lesu ke tempat duduknya, di depan Fani.

"Dehidrasi, gue dehidrasi," keluh Anggi lalu tanpa ba-bi-bu langsung nyamber botol minum Fani. Terus neguk airnya setengah botol. "makasih, Fan," Anggi balikin botol minum setengah kosong ke Fani. "Lo bagai dewi penyelamat," cengir Anggi.

"Perhatian! Woy, perhatiannya dong!" seru Yumna dari depan kelas. Serentak seisi kelas berhenti beraktifitas, dan memperhatikan Yumna.

"Makasih, ketua kelas mau ngomong," ucap Yumna lalu mempersilahkan Dita -sang ketua kelas- untuk berbicara.

"Yo!" sapa Dita semena-mena. Seisi kelas langsung pengen nimpukin kecap.

"Eh serius nih, serius. Barusan Bu Yura ngasih tugas suruh buat peta dunia. Sekarang juga, gak pake lama. Bikin kelompok, 1 kelompok 3 orang." jelas Dita ditanggapi protes seisi kelas.

"Bu Yura siapa pula?" tanya Fani bingung.

"Guru PPL, oon," sahut Surya.

"GAMAUUUUU!" koor sekelas kompak. Dita garuk-garuk kepala.

"Buset, kalian tega banget. Nanti gue yang kena omel. Ayolah," bujuk Dita sambil ngeliatin Surya minta bantuan.

"Kerjain woy," gumam Surya pelan. Ajaibnya, seisi kelas denger dan nurut. Langsung pada heboh bentuk kelompok, Surya sendiri cuma narik Dita sama Fani buat sekelompok.

"Uh.." gumam Alya grogi. Alya adalah murid pindahan yang belum terlalu akrab sama seisi kelas, dia paling benci pembagian kelas macam begini. Seorang cowo menghampirinya.

"Hai, Alya!" sapa cowo itu. Alya kaget, karena tak mengira cowo itu Gian.

"H-hai," balas Alya malu-malu. Gian tersenyum.

"Gausah grogi gitu, santai aja," ucap Gian santai sambil duduk di samping Alya. "Sekelompok sama gue yuk," ajak Gian. Alya tersenyum.

"Boleh," jawab Alya, wajahnya tersipu. Tak lama, suasana romantis(?) itu sirna karena Yumna menghampiri mereka berdua.

"Gue gabung, please," pinta Yumna memelas. Alya dan Gian tertawa lalu mempersilahkan Yumna duduk dan bergabung dengan mereka.

Sementara siswa-siswi kelas 11A bikin peta sebagai tugas yang diberikan, Bu Yura -sang guru PPL- ternyata sedang bercakap-cakap dengan seseorang.

(to be continued...)


SUMPAAAAH~ lelah setengah mati. #halah
Ini tulisan terpanjang dan terabsurd yang gue tulis. Fufu~
Ini part 1 btw, PART 1. w(T^Tw)

Doakan saja semoga part 2 juga se aduhay(?) ini yaa~ ( '.')7
Jaa~


Sincerely,

Author PHP.

6 comments:

  1. Abanggg lanjutinnnnn ~(\ ‾o‾)/

    ReplyDelete
  2. lanjutin buruan (〃ノωノ)
    tapi jangan munculin kekerenan(?) surya lagi #duagh

    salam,
    chidori *bzzzt* *bzzzt*

    ReplyDelete
  3. karakternya banyak amat -_-
    surya siapa pula?

    ReplyDelete
  4. Nyahaha karakternya banyak ya? Begitulah.. (--,)

    @Nab : nanti tunggu wangsit(?)
    @Mei : munculin ah~
    @Jean : Surya itu elo (۳ ˚Д˚)۳

    ReplyDelete
  5. Nah ini! Alurnya jelas sih, tapi tokohnya langsung jlebbb banyak banget. Jadi susah ngenalin tokoh barunya.
    .
    .
    KENAPA HARUS JEAN YG KEREN? KENAPA AKU PERAN CEREWET? -__-

    ReplyDelete

I dare you to write comment down there.