Previous chapter: Just a Friends Part One.
>>>
Nabila
mendial nomor yang sama untuk kesekian kalinya dari handphonenya. Tidak ada
jawaban.
“Kemana
sih dia!?” saking geregetannya, boneka berbentuk beruang di tangannya sudah
berubah wujud menjadi kelinci.
Sejak
pulang sekolah, sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi Ivan, namun cowok itu
tidak juga mengangkat. Bahkan di sekolah pun Ivan seperti tidak ada harapan
hidup, mati segan hidup tak mau. Setiap ada orang yang mengajaknya berbicara,
sebisa mungkin Ivan menghindar. Nabila tahu itu karena dia duduk semeja dengan
Ivan.
“Padahal
gue mau tanya tentang lirik lagu,” Nabila menggerutu lalu mengakhiri panggilan
ketika tersambung dengan kotak suara, lagi.
Sudah
seminggu ini Nabila terus memperhatikan gerak-gerik Ivan. Bagaikan sniper yang
tidak mau kehilangan buruannya. Ia ingin mengamati sejauh apa sebenarnya
perasaan Ivan pada Bu Mei. Walaupun hasilnya nihil, karena dia sendiri belum
pernah menyukai seseorang.